PENGARUH PERKEMBANGAN PARIWISATA TERHADAP STRUKTUR PEREKONOMIAN dan KESEJAHTERAAN MASYARAKAT BALI

PENGARUH PERKEMBANGAN PARIWISATA TERHADAP STRUKTUR PEREKONOMIAN dan KESEJAHTERAAN MASYARAKAT BALI

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pariwisata atau turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi, merupakan definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia. Definisi yang lebih lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka menangani jasa mulai dari transportasijasa keramahantempat tinggalmakananminuman, dan jasa bersangkutan lainnya seperti bankasuransikeamanan, dll. Pariwisata menawarkan tempat istrihat, budaya, pelarian, petualangan, dan pengalaman baru dan berbeda lainnya. Banyak negara, bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu pengembangan industri pariwisata ini adalah salah satu strategi yang dipakai oleh Organisasi Non-Pemerintah untuk mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada orang non-lokal. Menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
 Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia, dan merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Pada Tahun 2011, Industri pariwisata  menciptakan GNP sebesar 3,3 trilyun dollar AS, hampir 11 % dari total GDP dunia. WTO memprediksi bahwa pariwisata akan terus mengalami perkembangan dengan rerata pertumbuhan jumlah wisatawan Internasional 4 % pertahun sampai tahun 2010. ( Pitana, 2005:5 ). Sementara itu, menurut Menteri Pariwisata dan ekonomi kreatif Mari Elka Pangestu, secara nasional, Indonesia menargetkan 9,2 juta wisatawan pada tahun 2014, lebih tinggi dibandingkan 8,6 juta  wisatawan di tahun 2013. (Palgunadi, 2014. hal.50 ) Berdasarkan persentase rata share Bali terhadap nasional 35,26 (Statistik Pariwisata Bali, 2009.hal.22 ), maka wisatawan ditargetkan datang ke Bali pada tahun 2014 adalah 3.243.920. Indonesia sebagai salah satu negara di dunia mengandalkan pariwisata sebagai sumber devisa negara, memiliki berbagai daerah sebagai tujuan wisata bagi wisatawan di dunia. Bali sebagai salah satu wilayah Indonesia , sebagai pulau yang memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri terkenal dengan pulau surga dengan Pura, sebagai tempat Suci untuk pemujaan Tuhan (LPPM, 2012:2) . Bali  sangat sering dikujungi wisatawan dengan berbagai alasan, sekaligus sebagai penyumbangan devisa negara dan pendapatan daerah telah dibangun sesuai program pembangunan pemerintah.
Bali dulu dibangun berdasarkan konsep Tri Hita Karana yaitu 3  konsep keseimbangan hubungan, yaitu antara Tuhan, manusia, dan lingkungan dengan implimentasi pembangunan Pariangan, pawongan dan pelemahan, membawa dan menjadikan Bali harmoni dan  tetap memiliki daya tarik  sebagai tujuan wisatawan. Dalam 3 dasa warsa perkembangan pariwisata Bali menunjukan perkembangan begitu pesat di era tahun 1980an hingga 1992 . Akibatnya adalah membawa konsekuensi dan menimbulkan beberapa permasalahan dan keutuhan bagi Bali sendiri, sebagai akibat pengaruh globalisasi, urbanisasi, tantangan dan ancaman Bali diekploitasi secara berlebihan oleh investor. Banyaknya investor asing masuk disektor pariwisata justru berujung pada pertumbuhan ekonomi Bali tanpa multiplikasi efek karena belum diatur pemerintah daerah (Rahyuda, Balipost, 24 Nop 2013:38). 
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisa pengaruh perkembangan pariwisata terhadap struktur perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di bali

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan pariwisata bali sampai terkenal ke mancanegara?
2. Apakah dampak pariwisata di bali terhadap perekonomian masyarakat di bali?
3. Kendala apa sajakah yang dihadapi dalam pengembangan Pariwisata di bali?
4. Bagaimana pengaruh perkembangan pariwisata bali terhadap struktur perekonomian  provinsi bali?
5. Bagaimana pengaruh perkembangan pariwisata  teradap kesejahteraan masyarakat di bali?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan pariwisata bali sampai terkenal ke mancanegara
2. Untuk mengetahui dampak pariwisata di bali terhadap perekonomian masyarakat di bali?
3. Untuk mengetahui kendala apa sajakah yang dihadapi dalam pengembangan Pariwisata di bali
4. Untuk mengetahui pengaruh perkembangan pariwisata bali terhadap struktur perekonomian  provinsi bali
5. Untuk mengetahui pengaruh perkembangan pariwisata  teradap kesejahteraan masyarakat di bali

1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan berguna untuk menambah wawasan terhadap perkembangan pariwisata di bali serta menambah wawasan bagi pembaca. Makalah ini juga diharapkan berguna menjadi referensi penulis lain dalam membuat makalah serta menjadi acuan pemerintah dalam membuat kebijakan terkait sektor pariwisata khususnya di bali.


2. Pembahasan
2.1 Sejarah perkembangan pariwisata bali sampai terkenal ke mancanegara.
Sejak penguasaan oleh Belanda, pulau Bali seolah dibuka lebar untuk kunjungan orang asing, Bali tidak saja kedatangan orang asing sebagai pelancong namun tak sedikit para pemerhati dan penekun budaya yang datang mencatat keunikan seni budaya Bali.
Para penekun budaya yang terdiri dari sastrawan, penulis dan pelukis, inilah yang menyebabkan keunikan Bali kian menyebar ke seluruh dunia internasional. Penyampain informasi melalui berbagai media oleh orang asing ternyata mampu menarik minat wisatawan untuk mengunjungi Bali, Kekaguman akan tanah Bali kemudian menggugah minat orang asing memberi gelar kepada Bali sebagai ” The Island of Gods, The Island of Paradise, The Island of Thousand Temples, The Magic of The World, dan berbagai nama pujian lainnya yang bergema menyanjung Bali di dunia pariwisata.
Tahun 1930, di jantung kota Denpasar dibangun sebuah hotel untuk menampung kedatangan wisatawan ketika itu, Bali hotel yang sekarang bernama Inna Bali Hotel, sebuah bangunan bergaya arsitektur kolonial menjadi tonggak sejarah pariwisata Bali yang hingga kini bangunan tersebut masih berdiri kokoh dalam langgam aslinya. Tidak hanya menerima kunjungan wisatawan tapi juga kunjungan budaya. Duta kesenian bali dari desa Peliatan melakukan kunjungan budaya ke beberapa negara di kawasan Eropa dan Amerika. Secara tidak langsung kunjungan tersebut sekaligus memperkenalkan keberadaan Bali sebagai daerah tujuan wisata yang layak dikunjungi. Kegiatan pariwisata yang mulai mekar ketika itu sempat terhenti akibat terjadinya perang Dunia II antara tahun 1942 -1945 yang kemudian disusul dengan makin sengitnya perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia termasuk perjuangan yang terjadi di Bali hingga tahun 1945.  Pertengahan dasawarsa 50-an pariwisata Bali mulai ditata kembali dan tahun 1963 dibangunlah Hotel Bali Beach yang sekarang bernama Inna Grand Bali Beach di pantai Sanur dengan bangunan berlantai 10. Hotel ini merupakan satu – satunya hunian wisata yang bertingkat di Bali saat itu. Sementara sarana akomodasi wisata lainnya yang berkembang kemudian hanyalah bangunan berlantai satu. Pada pertengahan tahun 1970 pemerintah daerah Bali mengeluarkan Peraturan Daerah yang mengatur ketinggian bangunan maksimal 15 meter. Ketetapan ini ditentukan dengan mempertimbangkan faktor budaya dan tata ruang tradisional Bali sehingga tetap memiliki nilai – nilai budaya yang mampu menjadi tumpuan sektor pariwisata.

Secara pasti sejak dioperasikannya Inna Grand Bali Beach pada November 1966, pembangunan sarana hunian wisata berkembang dengan pesat. Dari sisi kualitas, Sanur berkembang relatif lebig terencana karena berdampingan dengan Inna Grand Bali Beach Hotel sedangkan kawasan pantai Kuta berkembang secara alamiah bergerak mengikuti model akomodasi setempat. Model homestay dan pansion berkembang lebih dominan dibandingkan dengan model standar hotel. Sama halnya dengan kawasan Ubud di daerah Gianyar berkembang secara alamiah, tumbuh di rumah – rumah penduduk yang tetap bertahan dengan nuansa pedesaannya. Pembangunan sarana akomodasi wisata yang berkelas internasional akhirnya dimulai dengan pengembangan kawasan Nusa Dua menjadi resort wisata internasional. Dikelola oleh Bali Tourism Development Corporation, suata badan bentukan pemerintah, kawasan Nusa Dua dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata bertaraf internasional. Beberapa operator hotel masuk ke kawasan Nusa Dua sebagai investor. Pada akhirnya kawasan ini mampu mendongkrak perkembangan pariwisata Bali.
Masa – masa berikutnya, sarana hunian wisata lalu tumbuh dengan sangat pesat di pusat akomodasi dan hunian wisata terutama di daerah Badung, Denpasar dan Gianyar. Kawasan pantai Kuta, Jimbaran dan Ungasan menjadi kawasan hunian wisata di Kabupaten Badung. Sanur dan pusat kota untuk kawasan Denpasar. Ubud, Kedewatan, Payangan dan Tegalalang menjadi pengembang akomodasi wisata di daerah Gianyar.Untuk mengendalikan perkembangan yang amat pesat tersebut, pemerintah daerah Bali kemudian menetapkan 15 kawasan di Bali sebagai daerah akomodasi wisata berikut sarana penunjangnya seperti restoran dan pusat perbelanjaan. Hingga kini, Bali telah memiliki lebih dari 35.000 kamar hotel terdiri dari kelas Pondok Wisata, Melati hotel hingga berbintang lima. Sarana hotel – hotel tersebut tampil dalam berbagai variasi bentuk mulai dari model rumah, standar hotel, villa, bungalow dan boutique hotel dengan harga yang bervariasi. Keanekaragam ini memberi nilai lebih bagi Bali karena menawarkan banyak pilihan kepada para pelancong. Perkembangan kunjungan wisatawan membuat sarana wisata penunjang pariwisata tumbuh dengan pesat seperti restoran, art shop, pasar seni, sarana hiburan dan rekreasi
Perkembangan pariwisata khususnya di Bali, sangat mempengaruhi sektor ekonomi. Namun perkembangan ini belum secara menyeluruh ataupun menyentuh seluruh lapisan masyarakat Bali. Sampai saat ini perkembangan pariwisata di Bali lebih terkonsentrasi di Bali Selatan, terutama di Kuta, Sanur dan Nusa Dua, tentunya juga karena pengaruh keberadaan Bandara Internasional Ngurah Rai yang berdekatan dengan lokasi tersebut, kemudian perkembangan pariwisata di Bali selatan ini juga akhirnya menyentuh daerah pecatu yang dulunya lahan yang tidak produktif, banyak berdiri, hotel, resor, villa dan lapangan golf, sehingga secara ekonomi membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha.

2.2 Dampak Pariwisata terhadap Perekonomian 
2.2.1 Dampak positif pariwisata terhadap perekonomian
1. Foreign Exchange Earnings
Pengeluaran sektor pariwisata akan menyebabkan perekonomian masyarakat lokal menggeliat dan menjadi stimulus berinvestasi dan menyebabkan sektor keuangan bertumbuh seiring bertumbuhnya sektor ekonomi lainnya. Pengalaman di beberapa negara bahwa kedatangan wisatawan ke sebuah destinasi wisata juga menyebabkan bertumbuhnya bisnis valuta asing untuk memberikan pelayanan dan kemudahan bagi wisatawan selama mereka berwisata. Tercatat juga bahwa di beberapa negara di dunia 83% dari lima besar pendapatan mereka, 38% pendapatannya adalah berasal dari “Foreign Exchange Earnings” perdagangan valuta asing.  
2. Contributions To Government Revenues
Kontribusi pariwisata terhadap pendapatan pemerintah dapat diuraikan menjadi dua, yakni: kontribusi langsung dan tidak langsung. Kontribusi langsung berasal dari pajak pendapatan yang dipungut dari para pekerja pariwisata dan pelaku bisnis pariwisata pada kawasan wisata yang diterima langsung oleh dinas pendapatan suatu destinasi. Sedangkan kontribusi tidak langsung pariwisata terhadap pendapatan pemerintah berasal dari pajak atau bea cukai barang-barang yang di import dan pajak yang dikenakan kepada wisatawan yang berkunjung.
3. Employment Generation
Pada beberapa negara yang telah mengembangkan sektor pariwisata, terbukti bahwa sektor pariwisata secara internasional berkontribusi nyata terhadap penciptaan peluang kerja, penciptaan usaha-usaha terkait pariwisata seperti usaha akomodasi, restoran, klub, taxi, dan usaha kerajinan seni souvenir.
4. Infrastructure Development
Berkembangnya sektor pariwisata juga dapat mendorong pemerintah lokal untuk menyediakan infrastruktur yang lebih baik, penyediaan air bersih, listrik, telekomunikasi, transportasi umum dan fasilitas pendukung lainnya sebagai konsekuensi logis dan kesemuanya itu dapat meningkatkan kualitas hidup baik wisatawan dan juga masyarakat local itu sendiri sebagai tuan rumah. Sepakat membangun pariwisata berarti sepakat pula harus membangun yakni daya tarik wisata “attractions” khususnya daya tarik wisata man-made, sementara untuk daya tarik alamiah dan budaya hanya diperlukan penataan dan pengkemasan. Karena Jarak dan waktu tempuh menuju destinasi “accesable” akhirnya akan mendorong pemerintah untuk membangun jalan raya yang layak untuk angkutan wisata, sementara fasilitas pendukung pariwisata “Amenities” seperti hotel, penginapan, restoran juga harus disiapkan. Pembangunan infrastruktur pariwisata dapat dilakukan secara mandiri ataupun mengundang pihak swasta nasional bahkan pihak investor asing khususnya untuk pembangunan yang berskala besar seperti pembangunan Bandara Internasional, dan sebagainya. Perbaikan dan pembangunan insfrastruktur pariwisata tersebut juga akan dinikmati oleh penduduk lokal dalam menjalankan aktifitas bisnisnya, dalam konteks ini masyarakat local  akan mendapatkan pengaruh positif dari pembangunan pariwisata di daerahnya.
2.2.2 Dampak negative pariwisata terhadap perekonomi

1. Enclave Tourism
Enclave tourism” sering diasosiasikan bahwa sebuah destinasi wisata dianggap hanya sebagai tempat persinggahan, sebagai contoh sebuah perjalanan wisata dari manajemen kapal pesiar dimana mereka hanya singgah pada sebuah destinasi tanpa melewatkan malam atau menginap di hotel-hotel yang telah disediakan industri lokal sebagai akibatnya dalam kedatangan wisatawan kapal pesiar tersebut manfaatnya dianggap sangat rendah atau bahkan tidak memberikan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat di sebuah destinasi yang dikunjunginya. Kenyataan lain yang  menyebabkan “enclave” adalah kedatangan wisatawan yang melakukan perjalan wisata yang dikelola oleh biro perjalanan wisata asing dari “origin country”  sebagai  contohnya, mereka menggunakan maskapai penerbangan milik perusahaan mereka sendirikemudian mereka menginap di sebuah hotel yang di miliki oleh manajemen chain dari negara mereka sendiri, berwisata dengan armada dari perusahaan chain milik pengusaha mereka sendiri, dan dipramuwisatakan oleh pramuwisata dari negerinya sendiri, dan sebagai akibatnya masyarakat lokal tidak memperoleh manfaat ekonomi secara optimal. 

2. Infrastructure Cost
Tanpa disadari ternyata pembangunan sektor pariwisata yang berstandar internasional dapat menjadi beban biaya tersendiri bagi pemerintah dan akibatnya cenderung akan dibebankan pada sektor pajak dalam artian untuk membangun infratruktur tersebut, pendapatan sektor pajak harus ditingkatkan artinya pngutan pajak terhadap masyarakat harus dinaikkan. Pembangunan pariwisata juga mengharuskan pemerintah untuk meningkatkan kualitas bandara, jalan raya, dan infrastruktur pendukungnya, dan tentunya semua hal tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit dan sangat dimungkinkan pemerintah akan melakukan re-alokasi pada anggaran sektor lainnya seperti misalnya pengurangan terhadap anggaran pendidikan dan kesehatan. Kenyataan di atas menguatkan pendapat Harris dan Harris (1994) yang mengkritisi bahwa analisis terhadap dampak pariwisata harusnya menyertakan faktor standar klasifikasi industri untuk tiap aktifitas pada industri pariwisata yang sering dilupakan pada analisis dampak pariwisata.

3. Increase in Prices (Inflation)
Peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa dari wisatawan akan menyebabkan meningkatnya harga secara beruntun “inflalsi” yang pastinya akan berdampak negative bagi masyarakat lokal yang dalam kenyataannya tidak mengalami peningkatan pendapatan secara proporsional artinya jika pendapatan masyarakat lokal meningkat namun tidak sebanding dengan peningkatan harga-harga akan menyebabkan daya beli masyarakat lokal menjadi rendah. Pembangunan pariwisata juga berhubungan dengan meningkatnya harga sewa rumah, harga tanah, dan harga-harga property lainnya sehingga sangat dimungkinkan masyarakat lokal tidak mampu membeli dan cenderung akan tergusur ke daerah pinggiran yang harganya masih dapat dijangkau. Sebagai konsukuensi logiz, pembangunan pariwisata juga berdampak pada meningkatnya harga-harga barang konsumtif, biaya pendidikan, dan harga-harga kebutuhan pokok lainnya sehingga pemenuhan akan kebutuhan pokok justru akan menjadi sulit bagi penduduk lokal. Hal ini juga sering dilupakan dalam setiap pengukuran manfaat pariwisata terhadap perekonomian pada sebuah Negara.

4.Economic Dependence
Keanekaragaman industri dalam sebuah perekonomian menunjukkan sehatnya sebuah negara, jika ada sebuah negara yang hanya menggantungkan perekonomiannya pada salah satu sektor tertentu seperti pariwisata misalnya, akan menjadikan sebuah negara menjadi tergantung pada sektor pariwisata sebagai akibatnya ketahanan ekonomi menjadi sangat beresiko tinggi. Di beberapa negara, khususnya negara berkembang yang memiliki sumberdaya yang terbatas memang sudah sepantasnya mengembangkan pariwisata yang dianggap tidak memerlukan sumberdaya yang besar namun pada negara yang memiliki sumberdaya yang beranekaragam harusnya dapat juga mengembangkan sektor lainnya secara proporsional. Ketika sektor pariwisata dianggap sebagai anak emas, dan sektor lainnya dianggap sebagai anak tiri, maka menurut Archer dan Cooper (1994), penelusuran tentang manfaat dan dampak pariwisata terhadap ekonomi harusnya menyertakan variabel sosial yang tidak pernah dihitung oleh fakar lainnya. Ketergantungan pada sebuah sektor, dan ketergantungan pada kedatangan orang asing dapat diasosiasikan hilangnya sebuah kemerdekaan sosial dan pada tingkat nasional, sangat dimungkinkan sebuah negara akan kehilangan kemandirian dan sangat tergantung pada sektor pariwisata.

5. Seasonal Characteristics
Dalam Industri pariwisata, dikenal adanya musim-musim tertentu, seperti misalnya musim ramai “high season” dimana kedatangan  wisatawan akan mengalami puncaknya, tingkat hunian kamar akan mendekati tingkat hunian kamar maksimal dan kondisi ini akan berdampak meningkatnya pendapatan bisnis pariwisata. Sementara dikenal juga musim sepi “low season” di mana kondisi ini rata-rata tingkat hunian kamar tidak sesuai dengan harapan para pebisnis sebagai dampaknya pendapatan indutri pariwisata juga menurun hal ini yang sering disebut “problem seasonal” Sementara ada kenyataan lain yang dihadapi oleh para pekerja, khususnya para pekerja informal seperti sopir taksi, para pemijat tradisional, para pedagang acung, mereka semua sangat tergantung pada kedatangan wisatawan, pada kondisi low season sangat dimungkinkan mereka tidak memiliki lahan pekerjaan yang pasti. Kenyataan di  atas, menguatkan pendapat West (1993) yang menawarkan SAM atau social accounting matrix untuk memecahkan masalah pariwisata yang saling berhubungan dari waktu ke waktu, kebermanfaatan pariwisata terhadap ekonomi harusnya berlaku proporsional untuk semua musim, baik musim sepi maupun musim ramai wisatawan.
2.3 Kendala – kendala yang dihadapi dalam pengembangan  Pariwisata di  Bali
Bali sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi daerah kunjungan wisata nomer 1 di dunia. Tentu saja hal ini dapat terwujud apabila kita sebagai rakyat Indonesia secara sadar bersama-sama untuk menghargai potensi yang kita miliki ini. Berikut adalah permasalahan-permasalahan di Bali yang perlu menjadi perhatian kita :
a. Permasalahan sampah dan kebersihan lingkungan
Sampah dan masalah kebersihan di Bali sudah sering kali menjadi keluhan utama para wisatawan di Pulau Dewata kita. Jumlah sampah di tempat-tempat pariwisata terkenal di Bali sangat banyak, seperti daerah di sekitaran Pantai Dreamland, jalan-jalan disekitaran wisata bedugul, maupun di area-area wisata pura di Bali. Penanggulangan masalah sampah dan kebersihan lingkungan bisa dilakukan dengan cara membiasakan diri kita untuk membersihkan lingkungan rumah sekitar. Jangan malu untuk mengajak teman-teman kita bersama-sama membersihkan area wisata di Bali. Semakin bersih Bali, kepercayaan diri kita akan semakin meningkat untuk mempromosikan Bali sebagai tempat wisata terbaik di dunia yang tentu saja hal ini dapat meningkatkan perekonomian rakyat Bali.Selain itu, publik Bali harus bisa menekan jumlah sampah yang berserakan mulai dari perorangan, baik berupa sampah plastik, lingkungan, maupun sampah hasil persembahyangan.
Mengurangi jumlah sampah yang berserakan bukan berarti membatasi kerja kita yang menghasilkan sampah. Langkah nyata yang bisa kita lakukan adalah dengan selalu membuang sampah pada tempatnya, tidak mengotori area pura dengan membiasakan diri membuang canang dan dupa sisa persembahyangan kita di tempat sampah, dan membiasakan diri memungut sampah yang ada di depan kita. Jika perlu, jangan ragu-ragu untuk membuat kegiatan amal bersama teman-teman SMP, SMU, dan teman perkuliahan kita untuk melakukan gotong-royong membersihkan tempat-tempat wisata di Bali.Adacontoh yang sangat baik yang dapat kita tiru dari pulau Okinawa – Jepang yang notabene merupakan tempat wisata yang mirip kondisinya dengan Bali. Contoh kecil tersebut adalah membiasakan kita berbelanja menggunakan kantong belanja yang bisa dipakai berulang-ulang, dengan demikian kita akan mengurangi jumlah sampah plastik di Bali.
b. Kemacetan lalu lintas dan masalah parkir
Sementara itu, permasalahan transportasi yang berupa kemacetan dan masalah tempat parkir juga terjadi di Bali. Pengembangan transportasi umum untuk para wisatawan dan penduduk lokal untuk mengurangi penggunaan mobil pribadi dan sewaan menjadi syarat mutlak yang harus diperjuangkan untuk mengatasi kemacetan di Bali. Transporatasi umum yang ideal adalah sistem transportasi yang bisa menjadi solusi yang murah dan tidak mengganggu aktivitas trasnportasi kendaraan lainnya.Saya Beberapa usaha yang dilakukan seperti pembangunan halte-halte bus yang baru disekitar ruas jalan, namun pembangunannya terkesan setengah hati. Halte-halte bus tersebut terlalu besar dan didirikan diatas trotoar yang dapat mengganggu kenyamanan orang lain. Bali yang kecil ini tidak cocok untuk angkutan umum dan fasilitas mendukung yang besar-besar karena hal ini tidak akan menjadi solusi mengatasi kemacetan. Bali hanya butuh sistem trasportasi umum yang kecil, praktis, dan dapat mencakup seluruh tempat wisata di Bali melalui jalur-jalur alternatif yang dapat mengatasi kemacetan.
c. Permasalahan pada sistem antrian di Bandara yang tidak teratur
Terlalu banyak orang yang bekerja di Bandara Internasional Ngurah Rai namun sistem pelayanannya sangat tidak efektif dan kurang memuaskan. Lampu di bandara tidak menyala saat menjelang senja, jadwal penerbangan yang dibiarkan salah begitu saja, beberapa pemeriksaan tiket dan bagasi yang kurang efektif  dan memakan waktu yang lama. Hal-hal kecil seperti kebersihan bandara, parkir, kebersihan toilet, jam dinding yang dibiarkan mati juga perlu menjadi perhatian serius dalam peningkatan pelayanan di Bandara Ngurah Rai.
d. Danau-danau di Bali mengalami sedimentasi dan pendangkalan
Semua danau di Bali rata-rata mengalami pendangkalan. Kerusakan lingkungan ini bukanlah hal yang wajar. Semuanya berkaitan dengan prilaku kita yang mengabaikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Sebagai contoh, semakin banyaknya rumah-rumah dan fasilitas umum yang di beton dan di aspal.Adapun langkah-langkah yang bisa kita lakukan dalam menanggulangi permasalahan ini adalah dengan membuat kebun pada pekarangan rumah, membiarkan sebagian halaman rumah  tidak di beton tanpa mengurangi kebersihan rumah, atau dalam skala pembangunan fasilitas umum dengan membuat taman kota di tempat-tempat wisata. Dengan pembangunan ini diharapkan secara tidak langsung kita bisa menjaga air bawah tanah pada daerah-daerah yang padat penduduk. Akan lebih bijaksana apabila kita selalu membangun rumah atau infrastruktur lainnya dengan tetap memperhitungkan aspek-aspek kelestarian lingkungan dan tetap  menjaga bangunan budaya bali.
e. Abrasi pantai, kerusakan terumbu karang, kerusakan vegetasi hutan mangrove, dan pencemaran air laut
Terlalu banyak pembangunan-pembangunan di wilayah Bali Selatan yang merusak Pantai dan Hutan Mangrove. Mereka beralasan bahwa mereka hanya merusak sebagian kecil, 10% dari pantai-pantai di Bali dan hutan mangrove untuk mendapatkan ijin pembangunan.Pejabat-pejabat di Bali yang mengambil keputusan dalam pembangunan proyek di Bali harus lebih pintar dalam memberikan ijin ke Investor. Pembangunan mal centro di Kuta, dan beberapa proyek yang sedang berlangsung seperti rencana pembangunan jalan tol Nusa-Dua Bandara Ngurah Rai merupakan salah satu contoh yang harus menjadi perhatian serius masyarakat Bali.
f. Kurangnya lapangan pekerjaan dan perhatian untuk para lulusan sarjana di Bali
Jumlah penggangguran dari kalangan lulusan perguruan tinggi (S1) di Denpasar mencapai 45 persen dari total angka usia produktif yang tidak bekerja di Pulau Dewata. Pemerintah, pengusaha dan perguruan tinggi harus bersama-sama berusaha untuk mencari solusi dan memberikan perhatian yang lebih serius dan lapangan pekerjaan untuk menyikapi permasalahan ini. Akhir-akhir ini, banyak generasi muda Bali yang lebih memilih bekerja di kapal pesiar dengan gaji 8 juta perbulan, yang notabene kita dijadikan budak oleh para pebisnis kapal pesiar. Akan lebih bijaksana apabila pemerintah mampu memanfaatkan tenaga kerja ini untuk bersama-sama membangun dan mengatasi segala permasalahan yang ada di Bali.
g. Harga pelayanan jasa hiburan yang tidak adil dan mencolok mata untuk wisatawan lokal dan mancanegara
Harga tiket masuk yang berbeda untuk orang lokal dan wisatawan asing terlalu terang-terangan membuat kondisi yang tidak adil untuk wisatawan asing. Tamu adalah raja tidak sepantasnya kita perlakukan mereka seperti itu. Ada ide menarik yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan adalah dengan memberikan kartu khusus untuk mendapatkan diskon bagi wisatawan lokal dan krama Bali yang juga ingin menikmati indahnya tempat wisata di Bali. Dengan kartu ini, wisatawan lokal mendapat potongan harga sekitar 30-40 % dengan aturan yang telah ditetapkan dengan jelas, sehingga memudahkan kita untuk menjelaskan kenapa ada perbedaan tarif masuk antara orang lokal dan wisatawan asing di Bali.
h. Berbagai macam permasalahan pada sektor pertanian di Bali
Permasalahan ekonomi para petani menjadi akar dari permasalahan pada sektor pertanian di Bali yang berupa semakin banyaknya alih fungsi lahan pertanian di Bali. Pemerintah daerah perlu mengembangkan insentif bagi upaya mempertahankan lahan pertanian. Jangan sampai hanya karena masalah ekonomi, kita berusaha merubah sistem pengairan tradisional Subak yang telah disetujui sebagai sistem irigasi terbaik di dunia.
i. Permasalahan sumber energi listrik
Sampai saat ini Bali masih bergantung dengan jaringan listrik dari luar. Karenanya apabila terjadi gangguan dengan koneksi jaringan listrik Jawa-Bali, dapat dipastikan Bali akan mengalami pemadaman listrik untuk jangka waktu yang lama, dan tentu saja ini akan mengganggu industri pariwisata yang akan berpengaruh ke segala bidang.
2.4 Pengaruh perkembangan pariwisata bali terhadap struktur perekonomian  provinsi bali.
Dengan berkembangnya sektor pariwisata di Provinsi Bali, yaitu dengan indikator meningkatnya kunjungan wisatawan asing dan domestik serta meningkatnya pendapatan pada subsektor perdagangan hotel dan restoran, menyebabkan sektor jasa meningkat pesat melebihi sektor pertanian dan sector industri. Dengan pesatnya pertumbuhan sektor jasa sebagai akibat dari perkembangan pariwisata, maka terjadi ketidak seimbangan pertumbuhan sektorsektor ekonomi di Provinsi Bali, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya perubahan struktur produksi dan struktur penyerapan tenaga kerja dari pertanian ke jasa.
Struktur perekonomian Bali sangat spesifik dan mempunyai karateristik tersendiri dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia. Spesifik perekonomian Bali itu dibangun dengan mengandalkan industri pariwisata sebagai leading sector, telah mampu mendorong terjadinya suatu perubahan struktur. Perubahan struktur ekonomi Bali tidak saja dilihat dari segi pendapatan saja, namun juga dari kesempatan kerja. Presentase pekerja di Bali turun setiap tahunnya sebesar 43,12% di sektor pertanian,yang mengalami fluktuasi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja dari 2,6% menjadi 1,3%.  Membaiknya pertumbuhan ekonomi Bali menjadi salah satu indikator semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pulau Dewata. Struktur ekonomi Bali masih didominasi sektor tersier sebesar 65,58 persen, menyusul sektor primer 18,86 persen dan sektor sekunder 15,56 persen. Sektor pertanian memberikan andil sebesar 18,21 persen, pertambangan dan penggalian 0,65 persen, sektor industri pengolahan 9,16 persen, serta listrik, gas dan air bersih dua persen. Sektor bangunan menyumbang sekitar 4,4 persen, perdagangan, hotel dan restoran 30 persen, angkutan dan komunikasi 13,76 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 7,11 persen dan sektor jasa-jasa lainnya 14,72 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali atas dasar harga berlaku mencapai Rp57,579 miliar selama 2009, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya Rp49,922 triliun. PDRB perkapita mengalami peningkatan dari Rp14,2 juta pada tahun 2008 menjadi Rp16,21 juta pada akhir 2009.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain – lain, pendapatan daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberi keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dalam Perda Provinsi Bali Nomor 14 Tahun 2009 tentang perubahan atas Perda Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2009 tentang APBD Tahun 2009 tertera bahwa  Provinsi Bali memiliki beberapa sumber PAD bagi sumber pendapatan daerah, yaitu :                                            1. Pajak Daerah yang dikelola provinsi, meliputi : Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, Pajak bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air , Pajak bahan bakar bermotor , Pajak pemanfaatan dan pengambilan air bawah tanah dan air  permukaan.
2. Retribusi daerah
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan.
4. Lain – Lain Pendapatn Asli Daerah yang Sah.
Bali memiliki banyak keunggulan dibanding provinsi lainnya di Indonesia. Seperti diutarakan di awal sebelumnya,Bali dikenal dengan keindahan alam dan keunikan budayanya. Bali mengunggulkan produk pariwisatanya yang indah untuk memancing turis-turis local maupun mancanegara untuk datang ke Bali. Seperti contohnya, tempat-tempat pariwisata di Bali ialah Pantai Kuta, Tanah Lot, Pantai Sanur, Jimbranan, dan Nusa Dua sangat ramai di kunjungi orang tiap harinya. Hotel-hotel yang bernuansa pantai dan pedesaan banyak dibangun disana dari yang harga murah meriah seperti losmen-losmen hingga hotel berbintang lima dengan harga yang sangat menguras kocek. Selain itu, Bali dikenal juga dengan budayanya yang unik dan mengundang decak kagum bagi orang yang melihatnya seperti tari Kecak dan tari Pendet yang sangat fenomenal hingga ke dunia internasional. Di Bali juga banyak terdapat pusat-pusat kesenian daerahnya, salah satu tempatnya ialah di daerah Ubud. Tidak hanya menawarkan pesona alamnya dan keunikan budayanya, Bali juga mengunggulkan sector kerajinan tangan yang sangat kreatif. Banyak handmade buatan Bali yang diekspor ke luar negeri. Kuliner di Bali sangat beranekaragam dan enak di lidah, seperti Ayam Betutu, Garang Asem dan Sate Lilit yang menjadi menu andalan khas Bali yang sering dicari oleh turis-turis yang berkunjung.
2.6 Pengaruh perkembangan pariwisata  teradap kesejahteraan masyarakat di bali.
Perkembangan pariwisata menyebabkan kesejahteraan masyarakat secara tidak langsung meningkat melalui kinerja perekonomian dan perubahan struktur ekonomi yang dihasilkan oleh perkembangan pariwisata. Melalui kinerja perekonomian dan perubahan struktur ekonomi pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kesejahteraan masyarakat meningkat menjadi 0,569. Hal ini berarti bahwa pengaruh tidak langsung perkembangan pariwisata tidak langsung meningkat melalui kinerja perekonomian dan perubahan struktur ekonomi adalah sebesar 0,345 yang lebih besar dari koefisien pengaruh langsung yang hanya 0,224. Kesimpulan ini sesuai dengan pendapat Spillane (1989; 47) dan juga Ave (2006) yang mengatakan bahwa pariwisata di samping memberikan dampak langsung juga memberikan dampak tidak langsung dan dampak ikutan (induced effect) terhadap perekonomian. Dampak tidak langsung dinikmati oleh karyawan hotel, restoran, biro perjalanan wisata, objek tujuan wisata, sopir angkutan, penerimaan pajak bagi pemerintah, pengrajin cenderamata, seniman, percetakan, pedagang sayur-sayuran dan buah-buahan, pompa bensin, dan sebagainya. Dampak ikutan antara lain meningkatkan pendapatan bagi petani sayur dan buah-buahan, peternak, pemasok bahan baku untuk barang kerajinan, sektor industri, perdagangan, dan sektor agribisnis.
Tidak adanya pengaruh langsung dan signifikan perkembangan pariwisata terhadap kesejahteraan masyarakat dijelaskan sebagai berikut. Seperti yang dikemukakan oleh Spillane (1989: 47) dan Ave (2006) bahwa industri pariwisata merupakan mata rantai yang sangat panjang, dan dampak langsung dari kunjungan pariwisata adalah hanya terhadap subsektor yang menerima pendapatan dari belanja wisatawan, yaitu: hotel, restoran, biro perjalanan, perdagangan. Karena masyarakat yang bekerja langsung pada sektor pariwisata relatif kecil, yaitu 14,52 persen pada tahun 1980, tahun 1990 sebanyak 15,58 persen, tahun 2000 sebanyak 24,06 persen dan tahun 2004 sebanyak 26,63 persen, sehingga perkembangan pariwisata tidak memberikan pengaruh langsung yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Meskipun demikian, pandangan perspektif developmentalist yang dikemukanan oleh Pye dan Lin (1983) menegaskan bahwa industri pariwisata telah banyak menyumbangkan kecepatan, percepatan, dan arah perkembangan di negara-negara berkembang sehingga dianggap sebagai pintu masuk bagi kesejahteraan masyarakat melalui pengaruh tidak langsung.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Secara umum, Pariwisata Merupakan suatu perjalanan yang dilakukan seseorang untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan meninggalkan tempat semula dan dengan suatu perencanaan atau bukan maksud untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan atau rekreasi untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

Secara teknis pariwisata adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau berkelompok dalam wilayah negara sendiri maupun negara lain dengan menggunakan kemudahan jasa atau pelayanan dan faktor-faktor penunjang serta kemudahan-kemudahan lainnya yang diadakan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan

Suatu obyek pariwisata harus memenuhi tiga kriteria agar obyek tersebut diminati pengunjung, yaitu :
1.    Something to see adalah obyek wisata tersebut harus mempunyai sesuatu yang bisa di lihat atau di jadikan tontonan oleh pengunjung wisata. Dengan kata lain obyek tersebut harus mempunyai daya tarik khusus yang mampu untuk menyedot minat dari wisatawan untuk berkunjung di obyek tersebut.
2.    Something to do adalah agar wisatawan yang melakukan pariwisata di sana bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk memberikan perasaan senang, bahagia, relax berupa fasilitas rekreasi baik itu arena bermain ataupun tempat makan, terutama makanan khas dari tempat tersebut sehingga mampu membuat wisatawan lebih betah untuk tinggal di sana.
3.    Something to buy adalah fasilitas untuk wisatawan berbelanja yang pada umumnya adalah ciri khas atau icon dari daerah tersebut, sehingga bisa dijadikan sebagai oleh-oleh.

Dalam pengembangan pariwisata perlu ditingkatkan langkah-langkah yang terarah dan terpadu terutama mengenai pendidikan tenaga-tenaga kerja dan perencanaan pengembangan fisik. Kedua hal tersebut hendaknya saling terkait sehingga pengembangan tersebut menjadi realistis dan proporsional.

3.2 Saran
Saran saya supaya hotel-hotel dan tempat wisata baru tetap menjaga budaya khas Bali yang berbeda dengan daerah wisata lainnya agar kedepannya Bali tetap menjual. Perbanyak bangunan yang menyerupai pura agar Bali menjadi lebih sakral dan bertaksu lagi dengan pariwisatanya.

Saran yang kedua agar hotel dan tempat wisata-wisata baru ini tidak semena-mena menguasai daerah publik seperti daerah pinggir pantai, gunung, danau, dan daerah lainnya yang diatur diundang-undang sebagai daerah publik.

Semua orang akan menyarankan untuk membangun sarana transportasi umum yang layak mengingat Bali selalu bertujuan untuk menjadi tempat pariwisata berkelas internasional. Pelayanan trasportasi kelas internasional sangat jelas sekali dibutuhkan terutama untuk daerah-daerah sekitar Kuta – Jimbaran – Benoa – Nusa Dua. Membangun sarana trasnportasi tidak hanya bertujuan untuk memberikan pelayanan untuk para wisatawan, tapi juga supaya bisa  mengurangi niat orang-orang yang tinggal di Bali untuk menggunakan mobil pribadi.

Saran lainnya yang unik dari saya pribadi adalah mengurangi atau kalau bisa melarang mobil-mobil dan bis pariwisata yang tidak berplat nomer lokal (DK) melintasi jalan-jalan di Bali. Untuk bis pariwisata bisa diakalin dengan memindahkan penumpang di pelabuhan, dari bis daerah asal ke bis-bis lokal yang sudah disediakan sebelumnya di Bali. Buat para wisatawan yang ingin menikmati Bali dengan mobil pribadi bisa menggunakan jasa rental mobil. Dan buat para pekerja yang sudah menetap di Bali bisa mengubah plat nomer kendaraan secara gratis menjadi plat nomer Bali saat ini.

Dengan cara seperti ini pemerintah daerah bisa mengatur jumlah kendaraan yang beredar di Bali, yang secara tidak langsung bisa mengontrol sebarapa panjang jalan yang dibutuhkan agar Bali bebas dari macet, terutama saat tahun baru atau saat-saat Bali rame dikunjungi oleh para wisatawan.

Daftar Pustaka

Archer, B. and Cooper, C. (1994) “The Positive and Negative Impacts of Tourism”. Pp. 73-91 in W.F. Theobald (ed.) Global Tourism: The Next Decade, Butterworth-Heinemann, Oxford.
 Archer, B.H. (1982) “The Value of Multipliers and the Policy Implications”, Tourism
 Board, J., Sinclair, T. and Sutcliffe, C. (1987) “A Portfolio Approach to Regional Tourism”, Built Environment13(2), 124-137.
 Butler, R.W. (1980) “The Concept of a Tourist Area Cycle of Evolution: Implications for the Management of Resources”, The Canadian Geographer24, 5-12.
Canada  Government Revenue Attributable to Tourism, 2007. Research Paper: Income and Expenditure Accounts Technical Series: Catalogue no. 13-604-M — No. 60
 Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI (2005), Rencana Strategis Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Nasional 2005 – 2009, Jakarta
 Fletcher, J.E. (1989) “Input-Output Analysis and Tourism Impact Studies”, Annals of Tourism Research16, 514-529. 
Government of India Ministry of Tourism And Culture Department of Tourism Market Research Division 20 Years Perspective Plan For The Sustainable Development of Tourism In The State Of Tripura (january 2003): ‘The designers’ ‘brindavan’, 227, raj mahal vilas extn. Ii first main road bangalore, karnataka – 560 094
Heng, T.M. and Low, L. (1990) “Economic Impact of Tourism in Singapore”, Annals of Tourism Research17, 246-269Management3(4), 236-241.
India: Infrastructure Development Investment Program  for Tourist: Project Number: 40648  August 2010, retrieve from http://www.adb.org/Documents/FAMs/IND/40648-01-ind-fam.pdf
 Jay Kandampully, (2000) “The impact of demand fluctuation on the quality of service: a tourism industry example”, Managing Service Quality, Vol. 10 Iss: 1, pp.10 – 19
 NusaBali, Selasa 8 Pebruari 2011 Pertumbuhan Ekonomi Bali 5,83 Persen
 Pitana, I Gde.  2005. Sosiologi Pariwisata, Kajian sosiologis terhadap struktur, sistem, dan dampak-dampak pariwisata. Yogyakarta: Andi Offset
Sapta Nirwandar (2011) Pembangunan Sektor Pariwisata: Di Era Otonomi Daerah, di unduh pada 21 Maret 2011 pada http://www.scribd.com/doc/35092726/440-1257-PEMBANGUNANSEKTORPARIWISATA1
Sinclair, M.T. (1991) “The Economics of Tourism”. Pp.1-27 in C.P. Cooper and A. Lockwood (Eds) Progress in Tourism, Recreation and Hospitality Management3, John Wiley, Chichester, UK. 
Spillane, James.1993Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan prospeknya.Yogyakarta: Kanisius.
Tisdell, Clem, 1998. Wider Dimensions of Tourism Economics – Impact Analysis, International Aspects, Tourism And Economic Development, And Sustainability And Environmental Aspects Department of Economics: The University of Queensland, Brisbane 4072
Tourism Vision 2020 – UNWTO: pada http://pandeputusetiawan.wordpress.com
United Nation-World Tourism Organization (2005), Tourism Highlight 2005, UN-WTO, Madrid




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Industi Pariwisata Pantai di Bali